Oleh:
Rahmi Carolina
Tanggal 9 Desember
merupakan Hari Anti Korupsi Internasional. Beberapa spanduk tentang
peringatannya berdiri rapi di bibir jalan Sudirman. Kabarnya, Riau mejadi tuan
rumah dalam momentum tersebut. Mungkin ia terpilih karena kisah kelam dimasa
lalunya sebagai daerah rawan korupsi.
Di Indonesia, berbicara
soal korupsi sudah seperti makanan sehari-hari. Hal itu terbukti dari banyaknya pemberitaan
di media yang menyoroti kasus tersebut. Selalu saja ada dan seolah tanpa jeda. Bahkan untuk Riau sendiri saat ini disebut sebagai daerah yang memiliki angka korupsi tertinggi. Lantas disusul oleh daerah Aceh,
Sumatera Utara, Papua dan Papua Barat. Tentu saja pencapaian yang diperoleh
Riau seolah kutukan untuk marwah melayu.
Sumber: Google |
Tindak korupsi tentu
berbeda dengan pencurian biasa. Perbuatan yang notabene dilakukan oleh oknum
pejabat publik cenderung memiliki dampak yang luas. Ia menyoal suatu sistem pemerintahan
dimana ia berada. Tak menutup kemungkinan pula, dampaknnya akan terjadi pada
kehancuran negara. Hal tersebutlah yang membedakan tindak kriminal biasa di
tingkat masyarakat umum, yang efeknya pun hanya sebatas lingkup perindividu dan
tak pula mempengaruhi sistem pemerintahan.
Lantas
kenapa orang-orang korupsi dan bagaimana mengatasinya?
Saya pernah membaca tentang sebuah analisa psikologi. Kaum behaviorist
mengungkapkan bahwa, lingkunganlah yang secara
kuat memberikan dorongan bagi orang untuk berbuat korupsi. Hal tersebut mengalahkan
sifat baik yang sudah menjadi karakter pribadinya. Tak ada hukuman, lingkungan
dalam hal ini justru memberikan dukungan untuk menyalahgunakan kekuasaan. Sedangkan
lingkungan terdekat itu sendiri adalah keluarga.
Menurut KPK, lebih dari
93 persen korupsi dilakukan oleh laki-laki. Peran perempuan dianggap penting sebagai
agen pencegahan korupsi yang luar biasa. Di dalam keluarga, perempuan adalah tokoh
sentral. Perempuan dapat berperan sebagai ibu, istri dan anak. Ia memiliki power yang dominan terhadap arah perkembangan keluarga.
Peran perempuan sebagai agen pencegahan korupsi
Sebagai seorang ibu, peran perempuan sangat berpengaruh untuk mewujudkan kebahagiaan dan keutuhan keluarganya. Tugas ibu yang paling utama ialah mendidik anak-anaknya. Ia mulai dilakukan dari dalam kandungan hingga
lahir dan dewasa. Menanamkan nilai-nilai kebaikan, termasuk di dalamnya nilai
kejujuran. Ibu adalah guru utama yang ada di rumah untuk anak-anak. Sedangkan peran
ayah hanya mengokohkan saja apa yang telah dibangun oleh ibu. Ibu benar-benar
menentukan karakter anak-anaknya kelak.
Sedangkan sebagai istri
peran perempuan adalah mengatur kondisi rumah tangga. Memastikan apa yang telah
diberikan oleh suaminya cukup, pandai mengelola keuangan. Selain itu istri juga berperan sebagai pendengar yang baik, lantas memberi masukan yang baik pula. Dan tentu berupaya tidak memberikan dorongan untuk
menyalahgunakan kekuasaan suami.
Sumber: Google |
Dari ketiga peranan tersebut, saya yakin jika semua perempuan bergandengan dan turut serta membasmi korupsi, tak ada lagi kutukan untuk Riau sebagai salah satu daerah terkorup di Indonesia. Perempuan mempunyai peran yang besar untuk perubahan. Seperti yang pernah dikatakan oleh Bung Karno, kalau perempuan itu baik, maka jayalah negara. Tetapi jika perempuan itu buruk, maka runtuhlah negara.
*
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Hari Anti Korupsi Internasional yang diselenggarakan KPK dan Blogger Bertuah Pekanbaru
Komentar
Posting Komentar