Langsung ke konten utama

Tanam Pondasi Sejak Dini

Sore itu sekiranya matahari masih menyalak di Desa Muara Bio, saya dan Trilis juga bersama tiga anak desa itu duduk di pinggir sungai. Kami main air sambil cakap-cakap. Mereka adalah Nisa, Arsi dan Delima. Mereka seumuran. Mereka sekolah di SDN 012 Batu Sanggan, Kampar Kiri Riau. SD tersebut satu-satunya sekolah yang ada disana. Tujuh orang pengajar beserta perangkat sekolah dan siswanya yang hanya berjumlah duabelas orang. Bagaimana tidak, di desa itu hanya ada 33 Kepala Keluarga. Biasanya setelah tamat SD anak-anak melanjutkan sekolah di desa lain. Namun hal tersebut tak pula menyulutkan semangat mereka untuk bersekolah.
Desa Muara Bio

Waktu itu Delima bilang air sungai Subayang jernih, segar, enak kalau berenang. Apalagi berenangnya dimulai dari loncat di atas batu besar lalu menyelam sampai ke dasar. Iya itu benar, saya juga merasakan hal yang sama. Muara Bio dikelilingi sumber air yang bersih. Ia disimpangi oleh dua sungai, Subayang dan Bio. Coba bayangkan bagaimana serunya berenang bersama mereka di air hijau yang jernih dan disaksikan bukit juga pohon-pohon? Bagi saya Muara Bio adalah daerah terbaik yang pernah saya kunjungi di Riau.  
Desa Muara Bio merupakan satu diantara sepuluh desa yang bersinggungan langsung dengan Suaka Margasatwa Rimbang Baling. Sejak lama mereka hidup berdampingan. Saling menjaga saling melestarikan. Maka setelah berkali-kali briefing, kami memutuskan untuk berbagi ilmu sekaligus merayakan hari Harimau Sedunia, Global Tiger Day 2015 (GTD) disana.
Butuh waktu 3-4 jaman bermobil untuk sampai ke Muara Bio dari kota Pekanbaru. Lalu akan singgah di desa Gema untuk melanjutkan perjalanan menggunakan Piyau atau perahu menyisir ke hulu sungai Subayang. Piyau satu-satunya transportasi untuk bisa sampai ke Muara Bio.

Pendidikan Lingkungan Hidup
Story Telling tentang harimau sumatera, satwa liar dan habitatnya.

Pendidikan lingkungan merupakan satu solusi untuk mengatasi krisis kualitas lingkungan. Krisis yang dimaksud adalah adanya penurunan kualitas lingkungan secara signifikan sehingga mempengaruhi kualitas makhluk hidup dan terganggunya ekosistem. Pendidikan sebagai satu-satunya alat untuk mengubah perilaku manusia. Ia  menjadi sarana ampuh untuk mengarahkan perilaku tidak peduli dengan lingkungan menjadi perilaku sebaliknya, positif. Lantas persepsi ini menjadi pondasi kami, komunitas Tiger Heart Riau untuk rayakan GTD 2015 dengan memberi pendidikan lingkungan hidup di SDN 012 Batu Sanggan, Muara Bio. Ini lebih luas dari hanya sekedar bicara soal Harimau Sumatera. Sehingga perayaan yang dilaksanakan serentak dibeberapa ibu kota provinsi pada 9 Agustus lalu itu, tentu menjadikan GTD di Riau berbeda dengan daerah yang lain.
Urgensi pendidikan lingkungan didorong oleh kualitas lingkungan sekitar kita dari hari ke hari telah menjadi semakin mengkhawatirkan; bumi semakin panas, keasrian semakin langka, energi mulai menipis, persediaan air mulai sedikit, satwa liar kehilangan habitat dan lain sebagainya. Jika kita tidak segera bertindak maka kita dan generasi mendatang yang sengsara.
Games ular tangga lingkungan

Pendidikan lingkungan tersebut dikemas dalam bentuk games. Selain agar tidak bosan, bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki sikap dan perilaku sadar lingkungan. Mereka yang terdidik lingkungan akan mempunyai sensitivitas yang tinggi atau kepekaan terhadap setiap isu-isu lingkungan, termasuk permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepekaan ini mewujudkan struktur berpikir sensitif, “sense of belonging” terhadap lingkungan sekitarnya dan dimana saja ia berada. Ada perasaan memiliki dan sifat perhatian yang dalam pada setiap isu lingkungan, seperti turut memperhatikan hutan sebagai habitat harimau sumatera dan satwa liar lainnya.
Mereka diberi arahan untuk mempersebahkan kemampuan dirinya dan bersama-sama menjaga serta memberikan perlindungan bagi lingkungan. Hal tersebut akan mereka mulai dengan bercerita dikeluarganya. Mereka akan mengingatkan orang-orang terdekat tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Pun demikian, sebenarnya masyarakat Muara Bio memang sudah menerapkan hal tersebut di kehidupan sehari-hari. Lubuk larangan contohnya. Ikan yang ada di lubuk hanya boleh ditangkap sekali setahun. Tradisi tersebut dinamakan Cokau Ikan. Sehingga ikan-ikan yang kecil diberi kesempatan untuk tumbuh besar, lalu pada masanya akan ditangkap bersama dan dibagikan ke seluruh masyarakat desa.
Foto bersama siswa SDN 012 Batu Sanggan
 dan Komunitas Tiger Heart Riau


Semoga saja semua yang dilakukan hari ini berdampak di kemudian hari. Sebab, tugas akhir kemanusian adalah mempertahankan bumi beserta isinya. Selamat hari harimau sedunia untuk anak-anakku dan kalian semua. Act now!!! Keep the forest for tigers!


Oleh: Rahmi Carolina. S (Kordinator Lapangan GTD Riau 2015)
Sumber Foto: Tim Media GTD Riau 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekasam Ikan Subayang

Oleh: Rahmi Carolina Pekasam ikan merupakan salah satu produk ikan awetan yang diolah secara tradisional. Ia dilakukan dengan metode penggaraman yang dilanjutkan dengan proses fermentasi. Biasanya pekasam menggunakan ikan air tawar dengan rasa sedikit masam ketika sudah jadi. Di Riau sendiri khususnya di Rimbang Baling, Kampar Kiri Hulu olahan masakan ini cukup dikenal. Konon kabarnya, pekasam ikan ini dilakukan agar ikan awet lebih lama, food safety. Ia pun menjadi makanan simpanan jika satu waktu terjadi kesulitan mencari bahan pangan. Sebab dimasa itu belum ditemukan cara pengawetan dengan tekhnologi menggunakan pendingin bersuhu di bawah nol derajat celcius, seperti kulkas. Kamu penasaran? Mari kita coba! Bahan: 1.       1kg ikan Lilan (ikan air tawar dari Subayang) 2.       ½ canting beras 3.       1 bungkus garam kasar 4.       3 helai daun kunyit Cara membuatnya: 1.       Siangi ikan dan cuci bersih. 2.       Sangrai beras hingga berwarna cokla

Data Nyastra Sarongge

Judul : Sarongge Penulis : Tosca Santoso Penerbit : Dian Rakyat Tahun terbit : September 2012 Tebal buku : 370 halaman Sebuah novel fiksi pertama karya Tosca Santoso. Direktur Utama KBR68H ini sudah 20 tahun lebih menjadi seorang jurnalis. KBR68H kantor berita radio independen terbesar di Indonesia. Melayani berita dan program-program radio berkualitas untuk 900 radio lebih di Indonesia, serta 9 negara di Asia dan Australia terhitung hingga saat ini. Selain itu ia juga   menjadi Direktur Utama Green Radio dan Tempo TV. Sarongge adalah tempat angker yang dihuni roh-roh jahat. Begitu kata sebuah catatan usang penulis Belanda. Sisi lain, warga setempat bercerita kalau Sarongge adalah makhluk jejadian. Berkepala manusia, tetapi berbadan kuda seperti halnya dongeng Yunani, Centaurus. Namun sayang belum ada warga yang pernah bertemu makhluk tersebut. Sehingga tak ada gambaran lebih jelas atau hanya seonggok cerita turunan dari nenek moyang mereka.

Melepas Kutukan Melalui Perempuan

Oleh: Rahmi Carolina Tanggal 9 Desember merupakan Hari Anti Korupsi Internasional. Beberapa spanduk tentang peringatannya berdiri rapi di bibir jalan Sudirman. Kabarnya, Riau mejadi tuan rumah dalam momentum tersebut. Mungkin ia terpilih karena kisah kelam dimasa lalunya sebagai daerah rawan korupsi. Di Indonesia, berbicara soal korupsi sudah seperti makanan sehari-hari. Hal itu terbukti dari banyaknya pemberitaan di media yang menyoroti kasus tersebut. Selalu saja ada dan seolah tanpa jeda. Bahkan untuk Riau sendiri saat ini disebut sebagai daerah yang memiliki angka korupsi tertinggi. Lantas disusul oleh daerah Aceh, Sumatera Utara, Papua dan Papua Barat. Tentu saja pencapaian yang diperoleh Riau seolah kutukan untuk marwah melayu. Sumber: Google Sejak KPK berdiri, tercatat sudah 25 orang pejabat di Riau tersangkut kasus korupsi. Tingginya kasus korupsi di Bumi Lancang Kuning tampak dari terjeratnya tiga Gubernur dalam tiga periode berturut-turut. Ketiganya ditahan KP